Semua berawal dari sini, ruang ini. Cuma di tempat ini aku bisa berdiam diri dengan tenang tanpa di ganggu. Ya, walau yang paling mengganggu adalah pikiranku. Aku lelah, cukup lelah untuk menyerah. Walaupun ini bukan seberapa, aku hanyalah satu di antara para pengecut nomor satu dunia yang tidak berani menjalani hidup. Aku membuat kesalahan dan terus mengulangi dan meluaskannya. Aku terus berjalan sampai jauh, bukan di atas pasir-pasir pantai yang halus, malah di atas kerikil tajam yang basah menuju hutan gelap. Terus saja aku mencari alasan, menyalahkan yang ada di sekitarku. Seperti disfungsi primer misalkan, hahaha… menyedihkan. Atau peningkatan sikap apatis, yang membuatku merasa ringan dan bisa berbuat segalanya… penipuan. Aku merasa tak memiliki tempat dimanapun. Betapapun aku menyukai lingkungan luar, ujungnya pun aku kadang terganggu oleh keramaian. Senangnya berkumpul dengan teman pun, mengapa aku merasa kosong. Aku menyayangi mereka, mereka yang aku punya, dan betapa menyedihkannya diriku yang selalu merasa takut kehilangan. Apa daya, aku sudah tak punya apa-apa lagi. Kembali ke rumah pun, hanya akan membuatku semakin gusar, entah mengapa. Semuanya selalu salah. Segala emosi, acuh, prasangka, sindiran, dan hal mengganggu lainnya berkumpul disini. Di tempat peristirahatan yang malah menjadi simulasi kandang ayam bagiku. Karena ini juga aku semakin tak peduli dengan orang lain, aku merasa tak perlu mendengar, tak perlu mengikuti, apalagi merasa takut akan orang lain. Aku sudah kenyang disini. Seperti saat kau memiliki masalah yang teramat, atau seperti di saat kau merasa berada di ujung tanduk, apapun yang akan kau perbuat tidak akan menambah apa-apa lagi. Mati rasa. Apa yang aku punya? Apa kebolehanku? Apa yang bisa aku tawarkan? Aku merasa seperti satu di antara tumpukan manusia yang tak berguna dan hanya memenuhi polusi saja. Lebih baik bakar saja tumpukan manusia ini, pikirannya negative, semuanya salah, badannya selalu lemas, bakar saja agar membantu dunia. Keindahan fisik hanyalah sementara, dan banyak tandingannya. Kepintaran otakku bahkan tidak membantu, apalah yang aku tahu di dunia ini? Sikap apatis yang sudah menjamur dan berubah jadi inang, persetan. Dulu aku piker banyak hal yang bisa kulakukan, ternyata apa? Ternyata kini aku merasa tak berguna, taka da keahlian. Kecuali jika kau ingin lomba mengeluh denganku, aku tahu aku bisa menang. Tapi, aku selalu mencoba melawan “inang” ini. Aku tau dunia masih disini, dan aku bisa berbuat lebih baik. Harus bisa, pasti bisa, tidak mungkin tak bisa. Terdengar kokoh kalimatku, ah, apalah—iman saja tidak kokoh. Menyedihkan. Tingkat depresi seperti ini kian mendalam di otakku. Sulit, sulit sekali untuk menahannya muncul dalam proyeksi pikiranku. Apapun yang ku lakukan, tidak akan lama, sampai saja sebelum tidur atau paling lama beberapa hari kemudian, aku kembali ingat. Ditambah teman baru yang bernama minder, tiba-tiba muncul dan mencoba menggandeng tangan sepanjang jalan. Tampak megesalkan untuk kebiasaan anak-anak yang suka membuka media sosial. Kebiasaan itu hanya membuatku semakin terluka dan gusar. Melihat mereka, mereka yang bahagia, mereka yang bekerja, mereka yang mencintai dan di cintai. Oh iya, cinta. Sungguh, apa memang belum waktunya? Apa memang kita kebanyakan, harus melewati ombak yang begitu dahsyat untuk sampai di pulau nirvana? Karena yang selalu ku jalani, tampak salah dan… ah, intinya salah. Seperti saat ini. Mencintai orang yang tampaknya cinta dia tak sebesar cintaku. Aku sering merasa tak dihargai, tak dihormati, tak didengarkan, tidak dibela, tidak didukung. Aku hanya seperti gantungan telefon genggam, penghias. Katanya saying, dan lain-lain. Tapi seperti itu kelakuannya. Membuatku sakit selalu. Aku hanya ingin kembali seperti dulu. Aku yang bisa melakukan banyak hal, aku yang terus termotivasi. Dan aku hanya ingin tau, bagaimana rasanya benar-benar dicintai seseorang, rasanya didukung dengan tulus, rasanya didengarkan dan di urus dengan ikhlas. Bukan dengan embel-embel, aku temanmu “saja” dan inilah yang teman lakukan, padahal di ujung hari, mereka pun tak akan memikirkan. Sangat negative ya, tampaknya aku menambah isu kepercayaan terhadap orang sekitar. Aku yang tak lagi peduli dengan sekitar. Aku yang tidak mempercayai siapa-siapa. Aku yang selalu ingin pergi dari hidup ini untuk mencari kehidupan lain. Aku yang ingin menjadi hebat, tapi masih malas dan tak mau mengerjakan apapun di rumah. Yang tampaknya aneh, karena aku sangat rajin, bisa mengurus diri, namun… rumah, aku tak pernah bersahabat.