Tidak ada seorangpun didunia ini berani mengaku berbudi pekerti luhur. Sebab pekerti yg luhur mempunyai wilayah (domain) sangat luas; meliputi semua gerak dan diam manusia; mencerminkan keadaan bathin dan ruhani seseorang; dan tidak mungkin disandang kecuali oleh orang yg berpikiran sehat. Semua nasihat yg tidak dilandasi dengan pekerti luhur bisa memancing permusuhan. Semua bantuan yg tidak dilandasi dengan pekerti yg luhur bisa berubah menjadi penghinaan. Walhasil, semua kebajikan yg tidak dilandasi dengan pekerti luhur akan mengakibatkan reaksi yg tidak diharapkan. Seorang awam dengan pekerti luhur bisa mengalahkan atau menyamai kedudukan para ningrat dan bangsawan, para pemimpin negara dan ahli agama, para cerdik pandai dan tokoh terhormat dalam masyarakat. Kalo kita amati tata krama, unggah ungguh, nilai nilai luhur hanyalah berupa kumpulan dari pengorbanan pengorbanan kecil. Sayang manusia kebanyakan enggan melakukan pengorbanan itu meski menjanjikan penghormatan, penghargaan dan penerimaan yg jauh lebih besar dari cara cara lain. Akhlak mulia diajarkan dalam setiap agama, mendapatkan tempat penting dan dianggap syarat mutlak bagi yg hendak mendekatkan diri kepada Tuhannya. Dalam kehidupan sehari hari masyarakat awam bisa mempraktekkan akhlak yg mulia dengan meneladani tokok agama masing masing, atau membaca cerita kehidupan orang orang saleh. Akan tetapi bagi umat Islam, bagi mereka yg ingin memiliki akhlak mulia seyogyanya meneliti kehidupan Nabi Muhammad SAW, lalu mengamalkan sunnahnya. Sayyidunal Habib Abdulloh Alhaddad ra mengatakan: 1. Rendah hati ketika berkedudukan tinggi, menunjukkan kecukupan ketika berada dalam kesempitan, dan hidup sederhana ketika memiliki kekayaan, adalah pekerti yg mulia. 2. Perhatikanlah lebih banyak watakmu dari pada reputasimu, karena watak mencerminkan dirimu yg sejati, sedang reputasi adalah pendapat orang terhadapmu. 3. Berat lidah sama sekali tidak ada artinya, tapi hanya sedikit yg dapat menahannya. 4. Pikiran yg terbuka dan mulut yg tertutup adalah pasangan yg membahagiakan.