antara orang tua n suami

Discussion in 'Ruang Curhat' started by chika deviasari, 3 January 2015.

Silakan gabung jadi member agar bisa posting
  1. chika deviasari

    chika deviasari New Member

    Hidupku rumit...ibu n bapa cerai masing2 py ego yg tinggi..ak dkuliahkan ibu smpe lulus..sebelum lulus ak merit dng alasan mencegah zinah n pendamping saat dbutuhkan diakhir kuliah..setelah luluspun ibu msh ngasih jajan wlopun sekedarnya krn suami msh blm bs menafkahin full..setelah py anak 2 hidupku mulai maju..kami sama2 dpt rizki yg cukup..sampe akhirny bapaku kadang mnt dikirimin krn sakit2an ga bs kerja..ibuku marah krn ibu yg menyekolahkanku.suami msh diam aja..typ 2bulan sekali ada aja kebutuhan untuk bapa n adik2ku..suamiku mulai mengeluh krn diri sendiri blm py tabungan anak2..gaji hbs untuk kebutuhanku untuk bapa n adik2ku..suatu ketika suami mengambil alih keuangan biar punya tabungan anak2 krn rumah pun blm punya..ibuku butuh uang untuk biaya adik..ak pun berdebat dng suami mnt uangku sndiri..hampir typ mnt uang selalu berdebat hebat pernah dibilang ak istri durhaka..ibuku merasa membiayaiku kuliah sampe sudah nikapun msh diberi jajan suatu ketika marah besar n bilang ak anak durhaka..pada saat bapak ku meninggal ak membiayai tahlilanpun jd perdebatan..suamiku marah..n ibuku jg menekan hutang2 bapakku dulu blm dibayar ..hutang setelah bercerai 12th yg lalu..akhirny ak bisa diam aja keegoisan kedua org tuaku g bs padam smp ajal menjeputpun ...suamiku jg melarang ak membayar hutang2 bapaku..sdangkan hutang hrs dibayar biar arwahny tenang..knp suamiku marah krn hutangny hampir 80jt..adik2ku msh blm kerja..kakaku pengangguran..ak blm py rumah..msh numpang mertua..hidupku rumit...ak pernah dibilang anak durhaka krn membela suami..ak jg pernah dibilang istri durhaka krn membela orang tua..
     
  2. Miftah 19

    Miftah 19 Member

    Bagi seorang wanita yg belum menikah, hak terbesar setelah Allah dan Rasul-Nya adalah hak kedua orangtuanya. Namun saat ia sudah menikah, hak suaminya lebih besar dan harus lebih didahulukan daripada hak kedua orangtua. Istri tidak boleh mengeluarkan atau membelanjakan harta suaminya tanpa izinnya, hukumnya adalah harom. Walaupun pengeluaran itu adalah shodaqoh atau pemberian untuk orangtua istri (menantu suami). Jika istri melakukan ini, maka pahala tersebut untuk suaminya.

    Menurut sebagian Ulama, terhadap harta miliknya sendiri pun, tidak boleh ia menafaqahkan kepada siapapun, tanpa idzin suami. Demikian, semoga anda dapat memahaminya.
     
  3. Hansip

    Hansip Active Member

    iya mba'e kalo menurut islam memang perempuan harus nurut sama suaminya sedangkan kalo suami dia punya tanggung jawab selain istri dan anak-anaknya juga ibunya, jadi memang kalo sudah menikah ya suami yang diprioritaskan
     
  4. Fathiya

    Fathiya Well-Known Member

    dari setiap penghasilan yang diperoleh suami, di sana ada jatah nafkah istri yang harus ditunaikan.

    Ini berbeda dengan harta istri. Allah menegaskan bahwa harta itu murni menjadi miliknya, dan tidak ada seorangpun yang boleh mengambilnya kecuali dengan kerelaan istri. Dalil kesimpulan ini adalah ayat tentang mahar,

    وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

    Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 4)

    Sumber: https://konsultasisyariah.com/21812-harta-istri-yang-bekerja.html

    HUTANG

    Apabila orang yang meninggal memiliki harta peninggalan, maka hutangnya wajib dibayar dari harta peninggalan tersebut sebelum harta dibagikan ke ahli waris berdasar firman Allah dalam QS An-Nisa' 4:11 (من بعد وصية يوصي بها أو دين).

    Apabila tidak memiliki peninggalan, maka ahli warisnya tidak wajib melunasi hutangnya. Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan:
    إن لم يخلف تركة، لم يلزم الوارث بشيء، لأنه لا يلزمه أداء دينه إذا كان حيا مفلسا، كذلك إذا كان ميتا

    Artinya: Apabila mayit atau orang yang meninggal tidak meninggalkan warisan, maka ahli waris tidak berkewajiban apapun karena membayar hutang mayit itu tidak wajib bagi ahli waris saat si mayit masih hidup. Begitu juga tidak wajib saat sudah mati.

    Allahualam...

    Mba saran saya lbh baik konsultasikan ke orng yg lbh berkopenten... sprti ust2 yg terpercaya... krn mba pnya 3 permasalahan sekaligus...
    Smoga segera selesai ya mba permasalahanny...
     
    Denatalie likes this.
  5. Miftah 19

    Miftah 19 Member

    Mbak fathiya, dalil yg anda tuliskan itu berbeda konteks dengan persoalan hukum izin suami kepada istri dalam membelanjakan/menggunakan harta suami seperti yg dijelaskan dalam kitab Syarhu 'Uqudillujain fi bayani huquqiz zaujain hal. 8.. yg kurang lebih tertulis "Maka tidaklah si isteri dapat bertindak (artinya membelanjakan akan sesuatu) dari harta suaminya, kecuali dengan izinnya (suami). Bahkan telah berkata satu Jama'ah dari pada Ulama: Bahwa si istri tidak dapat bertindak pula terhadap hartanya sendiri, kecuali dengan izin suaminya".

    Jaman sekarang ini khususnya dalam persoalan fiqih kite kagak boleh berhukum langsung dengan Al-Qur'an dan hadits tanpa memperhatikan kitab fiqih yg ada. Dalil yg mbak fathiya kemukakan mengenai mahar & kerelaan istri terhadap maharnya itu menjelaskan tentang kehalalan suami memakan sebagian mahar istri jika istri menyukai dan merelakannya. Dan dapat pula diqiyaskan mengenai kehalalan bagi suami memakan hasil jerih payah atau hasil kerja istri apabila dia rela.. ini berbeda konteks.. hehehehe...

    Naah makanya di kitab Tanwirul Qulub disebut, "Barangsiapa yg tidak mengikuti salah satu dari mereka (Imam Imam Mazhab) dan berkata, 'Saya beramal berdasarkan Al-Qur'an dan hadits', dan mengaku telah mampu memahami hukum hukum Al-Qur'an dan hadits, maka orang tersebut tidak bisa diterima, bahkan termasuk orang yg bersalah, sesat dan menyesatkan, terutama pada masa sekarang ini dimana kefasikan merajalela dan banyak tersebar da'wah da'wah yg salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia dibawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisis"..

    Demikian, semoga anda memahaminya.
     
  6. Fathiya

    Fathiya Well-Known Member

    maaf juga Pak @Miftah 19
    saya rasa kita juga berbeda paham, saya pernah menanyakan hal ini ke beberapa ust. dan jawaban mereka ya sperti itu,,,
    makanya saya sarankan ke TS lebih baik berkonsultasi ke pihak ke berkopenten

    Terima kasih
     
  7. Miftah 19

    Miftah 19 Member

    Iya sama sama mbak fathiya, sebab jawaban yg saya kemukakan untuk saudari penanya tersebut adalah jawaban dari K.H. Syafi'i Hadzami (Ahli Fiqih yg sudah tidak diragukan lagi keilmuannya) didalam kitab Taudlihul Adillah jilid ke 5, kemudian yg kedua adalah jawaban tersebut adalah sesuai dengan keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama dalam kitab Bahtsul Masail. Dimana jawaban tersebut adalah hasil pengkajian, perumusan & analisis dari Ulama Ulama serta Kyai Kyai besar diseluruh Indonesia. Bukan hanya perumusan beberapa orang yg belum tentu dapat dipertanggung jawabkan secara Jama'ah..

    Demikian, boleh saja berbeda faham akan tetapi kita semua adalah bersaudara.. hehehehe
     
  8. Fathiya

    Fathiya Well-Known Member

    sipp,,,
     
  9. Miftah 19

    Miftah 19 Member

    Jadi.. buat kemaslahatan kite nih, biar kite kagak salah lebih baik kite ikutin aja dah yak Para Ulama, bener memang Ulama juga manusia, cuman kalopun Ulama salah dalam Ijtihadnya maka tingkat kesalahan mereka lebih sedikit dibandingin kite kite orang nih.. mereka (Para Ulama) gak cuman hafal Qur'an, kitab kitab hadits juga hafal.. mereka tau mana dalil yg kena nasakh & mansukh.. sandarannya ada..

    Kite jangan gampang mengikuti satu dua atau beberapa orang yg Qur'an aje belom hafal 30 Juz dari 7 qiroat, boro boro kitab hadits.. yak, sebagai saudara nih kite saling ngingetin buat kebaikan.. semoga sukses mbak fathiya.
     
  10. Fathiya

    Fathiya Well-Known Member

    iy, mk nya kan td saya bilng sama TS nya,, lbih baik konsultasi ke orng yg lbih berkopenten,,,
     
  11. Miftah 19

    Miftah 19 Member

    Innalillaahi.. lha kan itu tadi Jawaban K.H. Syafi'i Hadzami & Muktamar NU.. lha kalo gitu beliau beliau kagak kompeten dong.. K.H Syafi'i Hadzami (penyusun kitab Taudlihul Adillah) & K.H. Sahal Mahfudh (perumus Bahtsul Masail)... innalillaahi
     
  12. reiha

    reiha Well-Known Member

    Sis, untuk urusan aturan keagamaan kan sudah dibahas di beberapa post di atas. Kalau sis muslim, bisa gunakan post di atas sebagai pedoman.

    Masukan yang bisa saya berikan, coba ajak suami dan keluarga (ibu, kakak yang nganggur, dan adik-adik) untuk mengobrol membicarakan masalah keuangan bersama-sama. Kalau dari kacamata saya sebagai orang luar, suami tidak sepenuhnya salah, dia punya hak dan kewajiban untuk mempersiapkan masa depan anak-anak. Tapi dia menikahi sis bukan untuk senangnya saja 'kan, tapi untuk susahnya juga. Jadi dia wajib berbagi beban dengan sis. Hanya saja, seberapa besar porsi beban yang harus sis tanggung itu harus dibicarakan baik-baik. Sis bukan anak tunggal, jadi beban itu harusnya bukan hanya berada di pundak kk dan suami saja.

    Beberapa hal yang bisa didiskusikan misalnya, kontribusi apa yang bisa kakak sis berikan untuk meringankan beban ibu dan adik-adik? Adakah kebutuhan ibu, adik-adik, dan keluarga sis yang bisa ditunda? Jika sis dan suami tetap tinggal di rumah mertua setidaknya sampai 5-10 tahun ke depan, apakah ada pihak yang merasa dirugikan? Misalkan suami punya saudara kandung yg ingin tinggal di sana. Termasuk soal hutang bapak, untuk apa bapak berhutang? Kepada siapa?

    Mohon maaf tidak bisa banyak memberi masukan. Jika ada informasi tambahan yang bisa sis berikan di sini, mungkin kita bisa diskusikan lagi solusinya. Jangan menyerah ya sis, tetap berusaha. Saya rasa niat sis baik kok dan Tuhan nggak pernah menutup telinga pada orang yang niatnya baik.
     
    rezha and Fathiya like this.
  13. Fathiya

    Fathiya Well-Known Member

    alamak bapak @Miftah 19 ini ko ngotot sekali,,,
    pak kita nih banyk paham, jngn memaksakan kehendak pak,,, tolong hargai pemahaman orng lain,,
    dan yg saya mksd itu saya dan bapak yg masih minim ilmunya seperti bpk bilng ,,, dan menyuruh TS konsultasi langsg sama ust.

    maaf ya Pak, saya gk mau berdebat kusir disini...
    lg pula kan saya sudh jlaskan klw kita beda paham,,,
    Terima kasih
     
  14. Miftah 19

    Miftah 19 Member

    Iyaa saya paham.. cuman kenapa saya mengatakan demikian sebab perkataan mbak fathiya seorang olah mendiskreditkan jawaban Para Ulama mengenai persoalan & masalah si penanya..

    Naaah untuk menghindari itu, makanya saya menekankan hal tersebut. Kalo soal saya minim ilmu ya memang minim, oleh sebab itu ketika saya menulis suatu jawaban dari pada persoalan yg ada kaitannya dengan hukum hukum Islam, saya tidak pernah menulis "menurut saya" atau "bagi saya begini".. akan tetapi saya mengutip jawaban jawaban dari Ulama Ulama kite di Indonesia..

    Okeeeeh kite tos dulu.. hehehehe
     
  15. Miftah 19

    Miftah 19 Member

    Bukan gimana gimana soalnya ini udah persoalan mendasar mengenai hak hak suami istri.. istilahnya ini ushul (hal pokok) dalam pondasi rumah tangga orang.. kalo yg ini sampe salah paham, misalnya karena perkataan mbak fathiya yg seolah olah mendiskreditkan Jawaban Mayoritas Ulama bisa bahaya ini dia. Kasian.. Kecuali kalo soal yg sifatnya sekunder dalam rumah tangga ya mendingan dah.. apalagi kan si penanya itu kan Muslim mayoritas, buktinya apa? Itu dia tulis waktu almarhum ayahandanya meninggal diadakan tahlilan..

    K.H. Sahal Mahfudh (Almarhum) adalah mantan ketua PBNU, beliau yg merumuskan jawaban tersebut disamping jawaban dari K.H. Syafi'i Hadzami (Guru fiqih Ulama se-Jakarta).. saya khawatir, si penanya ini kan orang NU, lha kalo jawaban dr Kyai NU dianggap kurang kompeten, lhaa repot nanti dia..

    Paham saya soal keminiman ilmu saya, akan tetapi kalopun dia nanya ama Ustadz yg manhaj da'wahnya sama dengan K.H. Sahal Mahfudh ya bakalan sama aja jawabannya begini: "Harom bagi istri membelanjakan harta suami tanpa seizinnya dan sebagian Ulama mengharomkan walau itu adalah hartanya sendiri tanpa izin suami".. ini udah persoalan mendasar soalnya..

    Kalo dia sampe gagal paham karna perkataan mbak fathiya repot dong nanti dia malah jadi mendiskreditkan Ulama.. akhirnya malah nambah masalahnya, gak cuman berselisih masalah uang aja akan tetapi jadi merembet ke agama..
     
  16. Miftah 19

    Miftah 19 Member

    Yaudah gitu aja ya.. kalo emang kite beda paham soal fiqih, minimal kite jangan melontarkan kalimat kinayah (tersirat atau banyak makna) yg terkesan mendiskreditkan Ulama.. rumah tangga bakalan adem jika keduanya (suami dan istri) sama sama memahami hal yg sifatnya mendasar.. walaupun izin berada ditangan suami, akan tetapi bukan berarti suami tidak memiliki kewajiban untuk menunaikan hak hak mertua. Karena mertua pada dasarnya adalah termasuk orangtua bagi menantu.

    Disini maksudnya, si penanya belum paham mengenai hukum "membelanjakan harta" dalam rumah tangga. Makanya dia mesti paham dulu dasarnya. Kalo dasarnya udah paham, barulah dapat dilakukan pendekatan pendekatan yg bijaksana agar suaminya mengizinkan..

    Sebab kalo dasarnya aja dia kagak paham, bahaya nanti dia malah jadi makin ribut rumah tangganya.. oleh sebab itu masing masing ini kudu paham hukum hukum dasar agar bisa saling pengertian satu sama lain mengenai hak suami, hak istri dan hak mertua..

    Demikian, semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi ya.. hargai para Ulama, sebab kite gak mungkin bisa sholat dengan belajar sendiri dari Qur'an dan Hadits tanpa bimbingan mereka. Wasalam.
     

Share This Page